Latest News

Bacaan Doa Minta Turun Hujan

Musim kemarau panjang memanglah sangat menyiksa kita, tentunya kita sebagai umat insan hidup bergantung pada air. Bukan hanya insan saja, binatang dan tumbuhanpun sangat membutuhkan air untuk diminum.

Nah, pada kesempatan kali ini saya akan memperlihatkan doa meminta turun hujan yang lengkap dengan klarifikasi dan tatacaranya.

DOA MINTA HUJAN 1

اللَّهُمَّ أَغِثْنَا ، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا ، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا
(Alloohumma aghitsnaa, Alloohumma aghitsnaa, Alloohumma aghitsnaa)

Artinya :
Ya Allah, berilah kami hujan. Ya Allah, turunkan hujan pada kami. Ya Allah, anugerahkanlah hujan pada kami

Keterangan :
Doa ini diambil dari hadits riwayat Al Bukhari dan Muslim (muttafaq 'alaih)

DOA MINTA HUJAN 2

اللَّهُمَّ اسْقِنَا غَيْثًا مُغِيثًا مَرِيئًا نَافِعًا غَيْرَ ضَارٍّ عَاجِلاً غَيْرَ آجِلٍ
(Alloohumma asqinaa ghoitsan, mughiitsan, marii-an, naafi'an ghiro dhoorrin, 'aajilan ghoiro aajilin)

Artinya :
Ya Allah, berilah kami hujan yang merata, menyegarkan badan dan menyuburkan tanaman, bermanfaat, tidak membahayakan. Kami mohon hujan secepatnya, tidak ditunda-tunda

Keterangan :
Doa ini diambil dari hadits riwayat Abu Dawud

DOA MINTA HUJAN 3

اَللَّهُمَّ اسْقِ عِبَادَكَ وَبَهَائِمَكَ، وَانْشُرْ رَحْمَتَكَ، وَأَحْيِي بَلَدَكَ الْمَيِّتَ
(Alloohumma asqi 'ibaadaka wabahaa-imaka wansyur rohmataka, wa ahyii baladakal mayyit)

Artinya :
Ya Allah, berilah hujan kepada hamba-hambaMu, ternak-ternakMu, berilah rahmatMu dengan merata, dan suburkan tanahMu yang tandus

Keterangan :
Doa ini diambil dari hadits riwayat Abu Dawud

DOA MINTA HUJAN 4

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ اللَّهُمَّ أَنْتَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ الْغَنِيُّ وَنَحْنُ الْفُقَرَاءُ أَنْزِلْ عَلَيْنَا الْغَيْثَ وَاجْعَلْ مَا أَنْزَلْتَ لَنَا قُوَّةً وَبَلَاغًا إِلَى حِينٍ
(Laa ilaaha illaaLlooh, yaf'alu maa yuriid. Alloohumma AntaLloohu laa ilaaha illaa Antal Ghiniyyu wa nahnul fuqoroo-u, anzil 'alainal ghoitsa waj'al maa anzalta lanaa quwwatan wabalaghon ilaa hiin)

Artinya :
Tidak ada Ilah kecuali Allah, Dia melaksanakan apa saja yang dikehendaki. Ya Allah, Engkau ialah Allah, tiada Ilah kecuali Engkau Yang Maha kaya sementara kami yang membutuhkan. Maka turunkanlah hujan kepada kami dan jadikanlah apa yang telah Engkau turunkan sebagai kekuatan bagi kami dan sebagai bekal di hari yang di tetapkan

Keterangan :
Doa ini diambil dari hadits riwayat Abu Dawud, dibaca Rasulullah pada dikala shalat istisqa' (shalat minta hujan)

Selain dengan doa minta hujan turun, terdapat juga cara-cara atau amalan untuk meminta turun hujan.

Pertama:  Memperbanyak istighfar (memohon ampun pada Allah)
Allah Ta’ala berfirman,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12)
“Maka saya katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia ialah Maha Pengampun, pasti Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12)

Ada juga beberapa atsar yang menunjukan bahwa istighfar (banyak memohon ampun pada Allah) ialah salah satu alasannya ialah diturunkannya hujan.

Dari Asy Sya’bi, ia berkata, “’Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu suatu dikala meminta diturunkannya hujan, namun dia tidak menambah istighfar hingga dia kembali, kemudian ada yang menyampaikan padanya, ”Kami tidak melihatmu meminta hujan.” ‘Umar pun mengatakan, “Aku sebenarnya sudah meminta diturunkannya hujan dari langit”. Kemudian ‘Umar membaca ayat,

اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا, يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا

“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia ialah Maha Pengampun, pasti Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat”
Umar pun lantas mengatakan,

وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا

“Wahai kaumku, mintalah ampun kepada Rabb kalian. Kemudian bertaubatlah kepada-Nya, pasti Dia akan menurunkan pada kalian hujan lebat dari langit.”

Terdapat sebuah atsar dari Hasan Al Bashri rahimahullah sebagai berikut.

أَنَّ رَجُلًا شَكَى إِلَيْهِ الْجَدْب فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَر الْفَقْر فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَر جَفَاف بُسْتَانه فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَر عَدَم الْوَلَد فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، ثُمَّ تَلَا عَلَيْهِمْ هَذِهِ الْآيَة

“Sesungguhnya seseorang pernah mengadukan kepada Al Hasan ihwal animo paceklik yang terjadi. Lalu Al Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.

Kemudian orang lain mengadu lagi kepada dia ihwal kemiskinannya. Lalu Al Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.
Kemudian orang lain mengadu lagi kepada dia ihwal kekeringan pada lahan (kebunnya). Lalu Al Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.

Kemudian orang lain mengadu lagi kepada dia lantaran hingga waktu itu belum mempunyai anak. Lalu Al Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.

Kemudian setelah itu Al Hasan Al Bashri membacakan surat Nuh di atas.
Ketika menjelaskan surat Nuh di atas, Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Jika kalian meminta ampun (beristigfar) kepada Allah dan mentaati-Nya, pasti kalian akan mendapat banyak rizki, akan diberi keberkahan hujan dari langit, juga kalian akan diberi keberkahan dari tanah dengan ditumbuhkannya banyak sekali tanaman, dilimpahkannya air susu, dilapangkannyaharta, serta dikaruniakan anak dan keturunan. Di samping itu, Allah juga akan memperlihatkan pada kalian kebun-kebun dengan banyak sekali buah yang di tengah-tengahnya akan dialirkan sungai-sungai.”

Kedua: Dengan istiqomah menjalankan syari’at Allah
Allah Ta’ala berfirman,

وَأَنْ لَوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا

“Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak).” (QS. Al Jin: 16)

Di antara tafsiran ulama mengenai surat Jin ayat 16 yaitu: Seandainya mereka berpegang teguh dengan anutan Islam dan terus istiqomah menjalaninya, maka mereka akan diberi minum air yang segar, yaitu dilapangkan rizki.

Makna ayat di atas serupa dengan firman Allah Ta’ala,

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’rof: 96)

Ketiga: Dengan Shalat Istisqa’
Istisqo’ berarti meminta pada Allah Ta’ala semoga diturunkannya hujan ketika kekeringan. Para ulama setuju bahwa shalat istisqo’ termasuk anutan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan berdasarkan dominan ulama shalat istisqo’ disunnahkan ketika terjadi kekeringan.

Di antara dalil yang memperlihatkan disyariatkannya shalat istisqo’ ialah hadits Abdullah bin Zaid. Beliau berkata,

خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِلَى الْمُصَلَّى وَاسْتَسْقَى وَحَوَّلَ رِدَاءَهُ حِينَ اسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ. قَالَ إِسْحَاقُ فِى حَدِيثِهِ وَبَدَأَ بِالصَّلاَةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ ثُمَّ اسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ فَدَعَا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar ke tanah lapang dan dia hendak melaksanakan istisqo’ (meminta hujan). Beliau pun merubah posisi rida’nya[5] (yang semula di kanan dipindah ke kiri dan sebaliknya) ketika dia menghadap kiblat. (Ishaq mengatakan), “Beliau memulai mengerjakan shalat sebelum berkhutbah kemudian dia menghadap kiblat dan berdo’a”.”

Panduan ringkas shalat istisqo’ sebagai berikut.
Pertama: Hendaklah jama’ah bersama imam keluar menuju tanah lapang dalam keadaan hina, betul-betul mengharap santunan Allah dan meninggalkan berpenampilan istimewa (meninggalkan berhias diri).
Dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata,

خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مُتَبَذِّلاً مُتَوَاضِعًا مُتَضَرِّعًا حَتَّى أَتَى الْمُصَلَّى – زَادَ عُثْمَانُ فَرَقِىَ عَلَى الْمِنْبَرِ ثُمَّ اتَّفَقَا – وَلَمْ يَخْطُبْ خُطَبَكُمْ هَذِهِ وَلَكِنْ لَمْ يَزَلْ فِى الدُّعَاءِ وَالتَّضَرُّعِ وَالتَّكْبِيرِ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَمَا يُصَلِّى فِى الْعِيدِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dalam keadaan meninggalkan berhias diri, menghinakan diri dan banyak mengharap santunan Allah hingga hingga ke tanah lapang –Utsman menambahkan bahwa kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menaiki mimbar- kemudian dia tidak berkhutbah menyerupai khutbah kalian ini. Akan tetapi, dia senantiasa memanjatkan do’a, berharap santunan dari Allah dan bertakbir. Kemudian dia mengerjakan shalat dua raka’at sebagaimana dia melaksanakan shalat ‘ied.”

Kedua: Imam berkhutbah di mimbar yang disediakan untuknya sebelum atau sehabis shalat istisqo’. Ketika itu tidak ada adzan dan iqomah.
Dalil yang memperlihatkan bahwa khutbah tersebut dilaksanakan sehabis shalat istisqo’ ialah hadits Abdullah bin Zaid yang telah disebutkan di atas, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar ke tanah lapang dan dia hendak melaksanakan istisqo’ (meminta hujan).

Beliau pun merubah posisi rida’nya ketika dia menghadap kiblat. (Ishaq mengatakan), “Beliau memulai mengerjakan shalat sebelum berkhutbah kemudian dia menghadap kiblat dan berdo’a”.”

Sedangkan dalil yang menyatakan bahwa khutbah tersebut boleh dilaksanakan sebelum shalat istisqo’ (2 raka’at) ialah hadits ‘Abbad bin Tamim dari pamannya (yaitu Abdullah bin Zaid), ia berkata,

خَرَجَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَسْتَسْقِى فَتَوَجَّهَ إِلَى الْقِبْلَةِ يَدْعُو ، وَحَوَّلَ رِدَاءَهُ ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ جَهَرَ فِيهِمَا بِالْقِرَاءَةِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk melaksanakan istisqo’ (meminta hujan). Kemudian dia menghadap kiblat dan merubah posisi rida’nya (yang semula di kanan dipindah ke kiri dan sebaliknya). Lalu dia melaksanakan shalat dua raka’at dengan menjahrkan bacaannya.”[9]
Syaikh Abu Malik hafizhohullah mengatakan, “Berdasarkan hadits-hadits di atas, perintah untuk berkhutbah di sini ada kelonggaran, boleh dilakukan sebelum atau sehabis shalat.

Pendapat ini ialah pendapat ketiga (dari perselisihan ulama yang ada) dan dipilih oleh madzhab Imam Ahmad, pendapat Asy Syaukani dan lainnya.”

Ibnu Qudamah Al Maqdisi mengatakan, “Tidak disunnahkan adzan dan iqomah pada shalat istisqo’. Kami tidak tahu kalau dalam problem ini ada khilaf (perselisihan pendapat).”

Ketiga: Hendaknya imam memperbanyak do’a sambil bangun menghadap kiblat, bersungguh-sungguh mengangkat tangan ketika berdo’a (sampai nampak ketiak), dan hendaknya imam mengarahkan punggung telapak tangannya ke langit.
Para jama’ah ketika itu juga dianjurkan untuk mengangkat tangan. Kemudian imam ketika itu merubah posisi rida’nya (yang kanan di jadikan ke kiri dan sebaliknya).

Sebagaimana hal ini telah diterangkan dalam hadits-hadits yang telah lewat. Ditambah hadits dari Anas bin Malik, dia mengatakan,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- اسْتَسْقَى فَأَشَارَ بِظَهْرِ كَفَّيْهِ إِلَى السَّمَاءِ.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melaksanakan istisqo kemudian ia mengangkat punggung tangannya dan diarahkan ke langit.”
Dalil yang memperlihatkan bahwa para jama’ah juga ikut mengangkat tangan ialah hadits dari Anas bin Malik,

فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَدَيْهِ يَدْعُو ، وَرَفَعَ النَّاسُ أَيْدِيَهُمْ مَعَهُ يَدْعُونَ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya untuk berdo’a. Kemudian para jama’ah ketika itu turut serta mengangkat tangan mereka bersama dia untuk berdo’a.”
Anas bin Malik juga mengatakan,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – لاَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِى شَىْءٍ مِنْ دُعَائِهِ إِلاَّ فِى الاِسْتِسْقَاءِ ، وَإِنَّهُ يَرْفَعُ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ إِبْطَيْهِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa tidak (bersungguh-sungguh) mengangkat kedua tangannya dalam setiap do’a dia kecuali dalam do’a istisqo’. Ketika itu dia mengangkat tangan sampai-sampai terlihat ketiaknya yang putih.”

Keempat: Membaca do’a istisqo’.
Di antara do’a istisqo’ yang dibaca adalah:

اللَّهُمَّ اسْقِ عِبَادَكَ وَبَهَائِمَكَ وَانْشُرْ رَحْمَتَكَ وَأَحْىِ بَلَدَكَ الْمَيِّتَ

“Ya Allah, turunkanlah hujan pada hamba-Mu, pada binatang ternak-Mu, berikanlah rahmat-Mu, dan hidupkanlah negeri-Mu yang mati.”

اللَّهُمَّ أَغِثْنَا ، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا ، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا

“Ya Allah, turunkanlah hujan pada kami. Ya Allah, turunkanlah hujan pada kami. Ya Allah, turunkanlah hujan pada kami.” [17]
Kelima: Mengerjakan shalat istisqo’ sebanyak dua raka’at sebagaimana shalat ‘ied. Sehingga pengerjaan shalat istisqo’, pada rakaat pertama ada takbir suplemen (zawaid) sebanyak tujuh kali dan pada rakaat kedua ada takbir rambahan (zawaid) sebanyak lima kali. Bacaan ketika shalat tersebut dijahrkan (dikeraskan).

Dalilnya ialah hadits Ibnu ‘Abbas, dia mengatakan,

ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَمَا يُصَلِّى فِى الْعِيدِ

“Kemudian dia mengerjakan shalat dua raka’at sebagaimana dia melaksanakan shalat ‘ied.”

Dari ‘Abdullah bin Zaid, dia mengatakan,

ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ جَهَرَ فِيهِمَا بِالْقِرَاءَةِ

“Lalu dia melaksanakan shalat dua raka’at dengan menjahrkan (mengeraskan) bacaannya.”

Catatan:
Istisqo’ (meminta hujan) juga sanggup dilakukan tanpa keluar ke tanah lapang. Istisqo’ sanggup dilakukan ketika khutbah Jum’at dan berdo’a ketika itu. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat berikut.

Dari Anas bin Malik, dia menceritakan: Ada seorang pria memasuki masjid pada hari Jum’at melalui arah darul qodho’.

Kemudian ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bangun dan berkhutbah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian menghadap kiblat sambil berdiri. Kemudian pria tadi pun berkata, “Wahai Rasulullah, ternak kami telah banyak yang mati dan kami pun sulit melaksanakan perjalanan (karena tidak ada pakan untuk unta, pen). Mohonlah pada Allah semoga menurunkan hujan pada kami”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya, kemudian dia pun berdo’a,

اللَّهُمَّ أَغِثْنَا ، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا ، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا

“Ya Allah, turunkanlah hujan pada kami. Ya Allah, turunkanlah hujan pada kami. Ya Allah, turunkanlah hujan pada kami.”

Anas mengatakan, “Demi Allah, ketika itu kami sama sekali belum melihat mendung dan gumpalan awan di langit. Dan di antara kami dan gunung Sal’i tidak ada satu pun rumah. Kemudian tiba-tiba muncullah kumpulan mendung dari balik gunung tersebut. Mendung tersebut kemudian memenuhi langit, menyebar dan turunlah hujan. Demi Allah, setelah itu, kami pun tidak melihat matahari selama enam hari. Kemudian ketika Jum’at berikutnya, ada seorang pria masuk melalui pintu Darul Qodho’ dan ketika itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang bangun dan berkhutbah. Kemudian pria tersebut bangun dan menghadap dia shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian ia mengatakan, “Wahai Rasulullah, kini ternak kami malah banyak yang mati dan kami pun sulit melaksanakan perjalanan. Mohonlah pada Allah semoga menghentikan hujan tersebut pada kami.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya, kemudian berdo’a:

اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا ، اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan kawasan tumbuhnya pepohonan”

Setelah itu, hujan pun berhenti. Kami pun berjalan di bawah terik matahari. Syarik mengataka bahwa dia bertanya pada Anas bin Malik, “Apakah pria yang kedua yang bertanya sama dengan pria yang pertama tadi?” Anas menjawab, “Aku tidak tahu.”

Dari riwayat di atas, Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah memperlihatkan faedah berharga, “Hadits ini memperlihatkan bolehnya do’a istisqo’ dibaca ketika khutbah Jum’at. Do’a ini dibaca di mimbar, tanpa perlu menukar posisi rida’ dan tanpa perlu menghadap kiblat. Hadits ini juga memperlihatkan boleh mencukupkan shalat jum’at untuk menggantikan shalat istisqo’.”
Hal ini memperlihatkan bahwa istisqo’ (meminta hujan) tidak mesti dengan mengerjakan shalat khusus.

0 Response to "Bacaan Doa Minta Turun Hujan"

Total Pageviews